Jose Marah, Mirip Elizabeth
Alih-alih menemukan pangeran berkuda putih, Jose justru menemukan Azriel yang tampak kusut. Keringatnya bercucuran kemana-mana, bahkan membasahi kaus biru yang ia kenakan. Senyum yang menghiasi wajahnya hilang, digantikan oleh sebuah ekspresi masam dan bercak tanah.
“Kenapa?” Jose bertanya, tak dapat menahan rasa penasarannya.
“Ada kuda yang talinya lepas,” jawab Azriel lesu.
“Emang di sini ada kuda?” Pertanyaan yang terdengar konyol, padahal Jose sendiri mendengar suara kuda. Jawabannya sudah pasti ada.
Sosok yang berjalan lemas ke arah Jose mengangguk tanpa semangat.
“Di sini banyak aneka hewan. Ada kuda, ayam yang berisik tiap pagi juga itu punya vila, terus ada ikan hias, ikan lele juga ada. Terus populasi paling banyak di sini selain ikan itu ada kucing, mana kucingnya preman semua suka maling ikan lele di kolam belakang.”
“Buset, banyak bener. Ini vila apa penangkaran hewan?”
Bahu Azriel terangkat. Mengejar kuda yang kabur membuat energinya terkuras banyak.
“Makanya gua bingung. Gua ini sebenernya pegawai vila atau keeper?“ tanya Azriel, sepertinya ia tengah dilanda krisis identitas.
“Tapi masih mending sih, daripada diem aja makan gaji buta. Ini vila jarang banget ada pengunjung.“
“Jangan bilang kalau sekarang tamu kalian cuman gua?”
Belum sempat menjawab, suara yang agak gaduh terdengar. Jose mengedarkan pandangan, netranya membulat tatkala melihat sang pemilik vila yang menggiring seekor kuda. Ada bercak air di kaus yang ia kenakan dan rambutnya sedikit basah.
“Lu tungguin Elizabeth berjemur. Gua mau mandiin yang lain,” titah sosok yang namanya masih belum diketahui.
“Siap bos!” Entah darimana datangnya semangat Azriel.
“Buset, namanya keren amat.” Di sisi lain, Jose bergumam. Ia memandang sinis kuda putih yang tampak bersih.
Netra yang tadi memandang sinis seekor kuda tak sengaja menangkap netra lain yang tertuju padanya.
“Lu ikut gua.”
“Hah?”
“Bantuin gua mandiin kuda.”
Sebentar. Otak Jose yang bergerak seperti kura-kura masih belum dapat mencerna untaian kata yang masuk ke dalam telinga.
Kenapa jadi Jose yang disuruh memandikan kuda?
Seumur hidupnya, Jose belum pernah memandikan hewan bahkan kucing sekalipun. Jose tak menyukai binatang. Alasannya hanya Jose yang tahu.
“Tapi bos, ini kan tamu kita?” Azriel yang berdiri di sebelah Jose protes.
Jose ingin menolak. Namun, ia mendapatkan sebuah penawaran yang mungkin hanya ia dapatkan seumur hidup.
Karena terlalu banyak berpikir, Jose kehilangan sosok yang memerintah. Ia panik hingga tungkai kakinya bergerak secara impulsif menuju kandang kuda.
Bukankah ini waktu yang tepat untuk Jose berkenalan lebih ekhem, intim dengan sang pemilik vila.
Senyum Jose terukir, ia berterima kasih kepada dirinya sendiri yang bangun sangat pagi. Jika tidak, mungkin kini ia tengah menyesal setengah mati.
“THE FUCK?!” Langkah kaki Jose berhenti tiba-tiba.
Matanya memelotot ketika melihat pemandangan di sekitarnya. Kotor. Penuh tanah merah. Begitupun dengan kuda yang dipegang oleh sosok pria tanpa nama.
Fokus Jose sempat hilang karena biseps yang terpampang akibat lengan baju yang dilipat ke atas.
“Kenapa diem aja?” Suara yang memecah imajinasi indah Jose membuatnya mengejapkan mata.
“Lu nyuruh gua mandiin dia?” Jose bertanya skeptis.
“Kalau gak mau tinggal pergi.”
Tentu saja Jose ingin pergi. Namun, lagi-lagi, Jose berpikir jika ia akan menyesal tidak ikut memandikan kuda.
Sembari menguatkan tekadnya, Jose berjalan mendekati seekor kuda berwarna cokelat yang mengibaskan ekor
“Karena gua baik, gua bakal bantu—“
Tubuh Jose terhuyung ketika ia dihantam seember air.
Gemeletuk gigi yang saling bertabrakan terdengar. Tubuh kurus yang basah kuyup menggigil meskipun ia dibalut selimut. Secangkir susu hangat dengan campuran jahe disuguhkan.
Azriel menunduk, memohon untuk dimaafkan walau ia tidak salah.
Beruntung terik matahari muncul untuk menghangatkan tubuh Jose. Meredakan sedikit rasa dingin di sekujur tubuh.
“Maaf, ya. Bang Gyan emang suka jahil.”
Tanya perlu repot bertanya, Jose sudah mendapatkan nama yang sangat ingin ia ketahui.
“Namanya Gian?”
“Gabriel Abyyan, Aby pake Y. Y-nya ada dua. Dipanggil Gyan pake Y dari Gabriel abYyan,” jelas Azriel rinci.
“Kenapa gak dipanggil Aby?”
“Katanya cuman calon pacar Bang Gyan aja yang boleh manggil dia Aby.”
Bingo.
Sudut bibir Jose berkedut, berusaha menahan senyuman.
“Minum dulu, biar tambah anget,” ujar Azriel dengan suara yang pelan.
Jemari Jose yang menjadi keriput dan bergetar meraih cangkir di atas meja. Ia tengah berada di lobi, berjemur seperti kuda-kuda yang sudah dimandikan.
“Zriel, bikinin jus tomat!”
“UHUK UHUK!” Jose tersedak susu hangat yang ia minum.
Sosok yang membuatnya menderita datang. Tak ada yang spesial dari penampilannya. Ia hanya menggunakan kaus hitam yang dipadukan ripped jeans. Kecuali mungkin rambutnya yang mengkilap basah.
Azriel berancang untuk membantu Jose, namun Jose menolak.
“Lu bikinin bos lu itu jus tomat aja,” titah Jose, netranya memandang sinis pria tanpa nama yang kini berdiri tak jauh di depannya.
Untuk saat ini, Jose tak akan luluh pada sosok yang menyebalkan itu. Lihat saja balasan yang akan Jose berikan nanti.
“Selimut gua ntar balikin.”
Oh?
Oh.
OHHHHHHHHHHHHHH.
“Pantesan bau busuk,” gerutu Jose seraya mengontrol detak jantungnya.
“Lu marahnya kayak Elizabeth,” ujar Aby.
Seekor kuda????? Seorang Jose disamakan dengan seekor kuda?
Tak lama, Azriel datang membawa jus tomat.
“Elizabeth tuh kalau marah gini,” timpal Azriel.
Kemudian, ia mengikuti pergerakan hidung Elizabeth yang kembang-kempis ketika marah. Membuat Jose hampir melemparkan cangkirnya.