Hari Pertama, Jodoh Jose Muncul

Pemandangan asri menyapa tatkala Jose keluar dari tempurung hangat yang akan menjadi kamar tidurnya selama beberapa hari ke depan. Kemarin malam, ia belum sempat menelisik sekitar. Dengan langkah kaki yang kecil, Jose berjalan sembari melihat suasana vila.

Ada hamparan hijau luas di atas bukit yang mungkin diisi oleh tanaman teh atau entah apa itu. Jose tidak ingin tahu lebih lanjut. Lebih tepatnya, ia terlalu malas berpikir di pagi hari.

“Selamat pagi! Ada yang bisa saya bantu?”

Sapaan yang terdengar sangat riang membuat Jose hampir meloncat kaget. Matanya membulat ketika meihat sosok pemuda jangkung yang tersenyum padanya.

Jose berdeham, sebelum berjalan mendekat meja resepsionis.

“Kalau mau sarapan di mana?” tanya Jose, kepalanya menoleh kanan-kiri.

“Di sebelah sana,” tunjuk salah satu pegawai vila pada deretan meja dan kursi yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Sepasang netra yang sedikit kecokelatan akibat sinar matahari melirik pemuda dengan ukiran nama ‘Azriel’ di kemeja putihnya. Pandangan matanya penuh ragu-ragu karena Jose tidak menemukan keberadaan manusia lain di tempat yang Azriel tunjuk.

“Makanannya pesen apa gimana?” tanya Jose lagi.

“Betul. Nanti diantar oleh pramusaji kami!“

Semangat Azriel yang mengebu membuat Jose yakin jika ia adalah satu-satunya tamu di sini. Ekspresi Azriel yang sumringah dengan senyuman lebar menjelaskan bahwa ia sudah lama tidak mendapatkan tamu sehingga ia bekerja dengan penuh semangat.

“Kalau gitu mau wagyu a5 well-done, ya,” ujar Jose yang kemudian hendak bergegas untuk duduk.

Tak mendapatkan respon, Jose menoleh. Tampak Azriel yang mengejapkan mata dengan senyum yang menipis.

“Mohon maaf, kalau wagyu gak ada.“ Bibir yang menyunggingkan senyum memucat.

“Adanya apa?”

“Nasi goreng!”

Jose mengangguk pasrah. “Yaudah, nasi goreng.”

“Baik! Nasi goreng satu, minumnya?“

“Teh aja.”

“Baik!”

Dalam hati, Jose bertanya-tanya apakah pegawai villa yang ia tak tahu namanya dilatih bak militer? Melihat dari gelagat Azriel yang meresponnya selalu menegakkan tubuh seraya menghentakkan kaki kanannya.

“Mau camomile. Tehnya jangan terlalu pekat,” pesan Jose pada Azriel.

“Camomile?” ulang Azriel kebingungan.

“Tapi di sini adanya teh cap botol aja.”

Mulut Jose terbuka, hampir merapalkan kata sebelum sosok lain menimpal.

“Kasih aja. Kotak tehnya yang warna kuning di kamar gua.”

Buru-buru Jose menoleh pada sumber suara. Kinerja otak Jose melambat saat manik matanya bersirobok dengan sosok yang ia pikirkan sepanjang malam.

Paginya berubah menjadi indah.

Jose hampir saja kehilangan sosok yang memakai kaus putih polos yang dipadukan jeans berwarna biru. Ia sontak menghampiri sosok yang namanya masih menjadi rahasia.

“Tunggu!” seru Jose lantang ketika melihat sang pemilik vila hendak berjalan.

Degup jantung Jose terdengar menggema dalam rongga dada. Jose ingin berteriak kegirangan, namun ia dapat dengan mudah menyembunyikan segala macam ekspresi yang ingin ditunjukkan. Inilah yang menjadi alasan mengapa ia sukses di bidang akting.

“Gua rasa lu perlu minta maaf.” Jose berdiri tegak di hadapan mr. perfectly fine yang akan segera diketahui namanya oleh Jose.

“Buat?”

Damn even his voice sounds hella attractive.

“Yang kemaren malem,” ujar Jose, menunjukkan ekspresi angkuh kendati hati kecilnya meronta sembari mengibarkan bendera putih.

“Sikap lu dan juga wajah lu itu gak mencerminkan kalau lu pemilik vila yang baik,” lanjut Jose.

Terselip jeda keheningan di antara mereka. Sosok yang berada di hadapan Jose melangkah mendekat hingga ujung sepatu mereka bersentuhan. Di dalam rongga dada, jantung Jose berteriak kencang, memberitahu pada pemiliknya bahwa ia tak kuat menghadapi situasi yang tengah terjadi.

“Emang wajah gua kayak gimana?” tanya sosok itu, memancing Jose.

“Let me see.”

Dengan keberanian yang entah datang dari mana, Jose mencondongkan tubuh ke depan. Mengamati wajah sosok di hadapannya dari jarak yang sangat dekat. Dimulai dari sepasang netra yang dihiasi bintik hitam kecil di bawahnya, hidung bak perosotan yang menjulang tinggi, dan berakhir pada bibir tipis yang menyempurnakan pahatan dari rupa sosok tersebut.

“Kayak orang paling menyebalkan sedunia,” ujar Jose seraya menarik diri.

Tak menunggu respon dari lawan bicaranya, ia bergegas pergi. Beruntung kamarnya berada tak jauh dari lobby. Setelah pintu tertutup rapat, Jose melemparkan dirinya ke atas kasur. Berguling-guling di sana seraya berteriak histeris.

“GANTENG BANGET AAAAAAAAAAAA.”

“FIX DIA JODOH GUA. KALI INI GUA YAKIN!”

Hingga ia terjatuh dan menghantam lantai kayu.