Secangkir Teh dan Pengakuan

Pintu yang dibuka secara hati-hati hingga menimbulkan sedikit bunyi. Jose mengintip di balik pintu kamar mandi, mencari keberadaan Aby. Sepasang netra bulatnya berkelana, menyapu kamar Aby yang tertata rapi.

Merasa tidak menemukan keberadaan dari sosok yang dicari, Jose lantas keluar seperti pencuri. Kaki telanjangnya sedikit berjinjit, mengendap layaknya tokoh Swiper Dora the Explorer. Perjalanan menuju pintu kamar Aby bagi Jose saat ini terasa begitu lama. Adrlenalin yang memicu detak jantungnya berdetak lebih cepat mulai berkurang ketika pintu sudah berada di depan mata.

Belum sempat Jose menyentuh kenop, pintu dibuka dari luar. Tubuh yang hanya dibalut mantel mandi membeku seketika. Presensi Aby yang ditangkap oleh indra pengelihatannya membuat Jose menahan napas.

“Mau kemana?” Aby bertanya seraya melangkah masuk.

Tubuh yang bergeming di tempat selama beberapa detik akhirnya bergerak dengan gerakan kaku. Mundur perlahan untuk mempersilahkan Aby.

“Gua lupa bawa baju ganti,” jawab Jose.

“Pake baju gua dulu aja.” Tawaran yang diberikan oleh Aby menciptakan kerutan halus pada kening Jose yang lantas menggeleng.

“Gak usah. Gua ke kamar aja sekarang.” Jose tentu saja menolak walaupun hatinya meronta ingin memakai pakaian Aby.

Membayangkan potongan kain milik Aby membalut tubuhnya dengan semerbak aroma tubuh milik Aby yang memanjakan hidung Jose hampir membuatnya berteriak kencang.

“Di luar hujan. Mending lu pake baju gua dulu.”

Penolakan Jose berakhir sia-sia, namun ia tidak kecewa sama sekali. Bibirnya terasa begitu gatal ingin menyunggingkan senyum.

“Yaudah.”


Lebih dari sepuluh menit Jose terdiam seraya mengamati pantulan dirinya di cermin. Tersenyum lebar dengan durasi yang lama hingga pipinya menjadi kaku. Jose ingin tinggal di dalam kamar Aby lebih lama, kendati ia tengah berdiam diri di kamar mandi.

Netra eloknya menghilang di balik kelopak mata, terpejam untuk beberapa saat sebelum berjalan pergi. Jose mengatur napasnya seraya melangkahkan kaki.

“Udah?” Suara Aby menyambut tepat ketika Jose keluar dari kamar mandi. Jose hanya membalas dengan anggukan singkat.

Gelagat Jose yang berubah menjadi pendiam bukan karena Jose ingin jual mahal. Ia sedang meredakan jantungnya yang berdetak tak karuan.

“Mau teh?”

Bibir ranum yang tertutup rapat digigit oleh sang empunya, menimang tawaran Aby. Kali ini, Jose tak tahu peringai apa yang harus ia tunjukkan.

Apakah Jose harus membuat Aby menyesal seperti yang dikatakan oleh Dicky atau bersikap layaknya seekor kucing garong seperti yang dikatakan Dzacky?

“Mau,” jawab Jose pada akhirnya, tidak ingin menyesal untuk kali kedua.

Jose kemudian menarik kursi di depan meja yang tertutup kain bermotif bunga. Manik matanya menelisik sekitar, mengamati detail kamar Aby yang belum sempat ia lihat di awal kedatangannya.

Ukuran kamar Aby sama dengan kamar yang ditempati Jose. Perbedaannya terletak pada furnitur yang digunakan. Pandangan Jose lantas terhenti ketika menemukan foto-foto Aby yang Jose yakini bersama keluarganya. Ia menemukan Gladys di sana.

Kedatangan Aby dengan dua cangkir teh dan cookies di atas nampan mengalihkan atensi Jose.

“Thank you,” ujar Jose ketika Aby memberikan cangkir berisi teh kepadanya.

Setelah Aby duduk di hadapan Jose, tak ada yang memulai pembicaraan. Rintik hujan di luar sana menjadi satu-satunya yang memecah hening. Keduanya sibuk dengan kecamuk pikiran masing-masing.

“Lu benci sama gua?” Satu pertanyaan keluar begitu saja dari mulut Jose.

Tak mendapatkan respons, Jose mendongak. Netranya bersirobok dengan netra Aby.

“Alasannya?” Tanpa diduga, Aby balik bertanya.

“Karena gua nyebelin atau karena gua kelihatan kasar, gak tau malu, manja misalnya.” Jose menjawab seraya memalingkan wajah.

“Siapa yang bilang?”

Terdapat jeda yang diisi oleh senyap. Jose mengerjapkan mata, sedikit terkejut atas respons Aby.

“Banyak,” ucap Jose.

I mean, lu tau kan gua aktor problematik. Lots of people terutama di Twitter karena gua aktif di sana bilang kalau gua kayak gitu. I have so many controversies and most of it because of my bad behaviour,” jelas Jose sebelum menyesap kembali tehnya.

“Makanya sekarang gua log out semua media sosial resmi gua. Sebenernya bukan ide gua sih, itu ide manajer gua dan dia bikin password baru biar gua gak bisa buka akun gua sekarang,” lanjutnya diakhiri dengan senyuman.

Teringat Jordy yang mungkin masih menikmati durian di Thailand sana. Meskipun Jordy menyebalkan, ia tetap memerhatikan Jose dengan baik. Jose sebenarnya enggan mengakui, tapi ia bersyukur Jordy membawanya ke vila milik Aby.

“Sorry.” Permintaan maaf dari Aby membuat Jose menautkan alis.

“Buat?”

“Bilang lu problematik. Waktu itu gua gak tau alasannya.”

Senyuman Jose kembali mengembang. “That’s okay. Lagian lu kan emang gak kenal gua.”

“Gua juga gak menyalahkan orang lain sih. Emang bener gua problematik, buktinya gua berulah mulu,” tambahnya.

“Tapi kan lu punya alasan sendiri dibalik tindakan lu yang dianggap buruk sama orang lain,” bela Aby.

But people don’t care about it. They’ll just hate me whatever of the reasons are. Gua tetep dicap punya perilaku yang buruk walaupun posisinya gua saat itu lagi defending myself. People hate me because they want to hate me. Bahkan orang bisa benci siapapun cuman karena firasat atau karena ‘wajahnya kelihatan nyebelin’, ‘dari wajahnya sih kelihatan kayak orang gak bener’, dan masih banyak lagi. That’s why people are so scary,” ungkap Jose, masih mempertahankan senyuman.

Merasa terlalu banyak berbicara, Jose berdeham. Teh miliknya yang mulai dingin diminum hingga habis. Ia kemudian mengambil cookies dan melahapnya ganas.

Sorry, gua malah jadi curhat,” ujar Jose dengan pipi yang mengembung.

“Gak papa. Lu bisa curhat ke gua sepuasnya. Tapi gua cuman bisa dengerin doang. I’m sucks at communicating with people.

Tawa Jose pecah, mengisi ruangan yang sunyi kala rintik hujan perlahan berhenti.

“Wajah lu sekarang aja nunjukin kalau lu lagi kebingungan mau respon apa. Tapi makasih tawarannya.” Entah sudah berapa kali Jose tersenyum hari ini. Ia tak menduga jika harinya akan berubah menjadi lebih menyenangkan.

“Berarti lu gak benci kan sama gua?” tanya Jose yang sontak dijawab dengan gelengan kepala.

“I like you.”

Pengakuan Aby yang tiba-tiba membuat Jose tak berkutik di tempat. Otaknya bekerja dengan lambat layaknya seekor kura-kura.

“Gua suka sama lu, Jose,” ulang Aby dengan tegas.

“Bohong. Lu gak mungkin fans gua,” sanggah Jose, menyakinkan dirinya sendiri.

“Emang bukan. I like you in a romantic way.

“Proof it then, with a kiss.”

Jose, meyakinkan dirinya bahwa ia tengah bermimpi. Bahkan ketika Aby datang menghampiri, memberikan sebuah kecupan singkat tepat di bibir, Jose masih berpikir semuanya tidak nyata.

“Wow. It’s the most beautiful dream I’ve ever had. I don’t even wanna get up,” gumam Jose.

Kemudian Aby, terkekeh kecil sebelum kembali mempertemukan bibir mereka. Memberikan gigitan di bibir Jose untuk menyadarkannya jika ia tidak sedang berada di alam mimpi.