Rasanya Manis

Hari sudah cukup siang untuk sang mentari bersinar tepat di atas kepala. Tak terlalu menyengat, namun mampu membuat pipi Jose sedikit memerah. Di bawah terik matahari, sepasang netra bulat milik Jose tertuju pada satu sosok yang berjalan ke arahnya.

“Loh? Lu lagi ngapain Bang di sini?” Azriel yang berdiri di samping Jose bersuara.

“Menurut lu?” Sosok itu, Aby, bertanya balik pada Azriel.

Bukan hanya Jose yang kebingungan atas eksistensi Aby di kebun anggur. Azriel pun terlihat sama bingungnya dengan Jose.

“Bos besar minta dikirim anggur,” jawab Aby.

Kini, Azriel mengangguk paham. Ternyata Aby bukan tanpa alasan datang ke kebun anggur.

“Bos besar itu ayahnya Bang Gyan,” ujar Azriel, memberikan informasi pada Jose yang bahkan tak bertanya.

Tak ada respon dari Jose. Ia terlalu fokus menatap Aby dengan pikiran yang melayang jauh. Mungkin akibat Jose yang tak melihat Aby selama tiga hari-hari berturut-turut, sosok yang masih dibalut piyama dengan motif miffy and friends berwarna kuning itu tak dapat melempaskan pandangannya dari Aby barang sedetik pun.

“Bantuin gua.”

“Tapi bang—“

“Lu juga.”

Kelopak mata yang dihiasi bulu mata lentik lantas mengejap. Terkejut ketika Aby menunjuknya.

“Bos! Tapi kan Kak Jose tamu di sini,” protes Azriel.

Meski Jose senang disuruh untuk menemani Aby memetik anggur, ia mengangguk atas perkataan Azriel. Dagunya sedikit naik, ingin terlihat angkuh. Ingat, ia harus play hard to get.

“Lu tuh kenapa sih suka banget nyuruh gua ikut kerja di sini? Gua kan tamu! Harusnya gua…” Suara Jose mengecil di akhir ucapannya hingga ia tak melanjutkan kalimat yang ingin dilontarkan.

Jantung Jose hampir loncat keluar dari rongga dada ketika Aby memasangkan bucket hat yang berwarna senada dengan piyamanya. Dari jarak yang begitu dekat, Jose dapat menghirup aroma tubuh Aby.

“Kenapa? Gak mau?” tanya Aby setelah memasangkan bucket hat berwarna kuning di atas kepala Jose.

“Mau,” cicit Jose pelan.


Tak ada yang menyaingi sinar yang dipancarkan oleh Jose. Bahkan sang mentari pun enggan untuk bersaing dengan Jose yang memancarkan warna kuning dari ujung kepala hingga ujung kaki (kecuali sendal vila yang berwarna putih).

Sosok yang berjongkok di bawah pohon anggur menyeka keringat yang menumpuk sebesar biji jagung di keningnya. Pipi Jose sekarang sudah sangat merah, persis buah tomat yang matang dan siap disantap.

“Jadi, sebenernya, vila ini tuh lebih ke apa ya namanya? Vila milik keluarga? Atau apalah itu namanya. Makanya di sini sepi karena ya yang ke sini paling keluarga besar Bang Gyan aja. Kalau gak ya kerabat atau relasi dari keluarga Bang Gyan. Biasanya di sini penuh kalau lagi musim liburan anak sekolah. Makanya sekarang cuman Kak Jose doang yang jadi tamu di sini,” jelas Azriel sembari sibuk memetik anggur.

Hadir kerutan tipis di kening Jose. Dalam hati, ia bertanya-tanya bagaimana Jordy bisa mengetahui keberadaan vila yang terletak di ujung dunia ini.

“Berarti di sini jarang ada tamu yang gak kenal sama keluarganya Aby?” tanya Jose, wajahnya sedikit mendongak untuk melihat Azriel yang sedang berdiri.

“Jarang banget, sih. Dalam setahun paling cuman beberapa doang, bisa dihitung jari,” jawab Azriel.

Sosok jangkung yang masih menggunakan seragam putih hitam mendekat pada Jose. Lebih tepatnya, pada keranjang yang berada di sebelah Jose. Menyimpan angur-anggur yang ia petik di dalam sana.

Tak lama, Aby datang dengan keranjang besar yang telah dipenuhi anggur.

“Cepet amat,” celetuk Azriel sembari menghampiri bosnya.

“Lu kasih ini Putri. Suruh bersihin ini terus ambilin minum,” titah Aby pada Azriel.

“Siap, Bos!” seru Azriel penuh semangat.

“Kak Jose gua pergi dulu, ya. Kalau orang ini nyebelin laporin aja ke gua,” ujar Azriel sebelum beranjak pergi.

Meninggalkan Jose yang masih tak bergeming. Hening. Hanya terdengar suara angin yang berembus. Jose tak tahu apa yang harus ia lakukan selain menatap Aby.

Bahkan ketika Aby berjalan ke arahnya pun, Jose masih diam berjongkok seraya mengamati wajah Aby. Entah apa yang tengah ia cari, bibirnya sedikit cemberut.

“Tangan lu siniin,” ucap Aby sembari ikut berjongkok di depan Jose.

Tanpa perlu disuruh dua kali, Jose langsung menjulurkan tangannya. Satu ikat anggur berukutan kecil diberikan pada Jose. Anggur-anggur yang sekarang berada di tangan Jose terlihat mengkilap karena air dan Jose menduga Aby telah membersihkannya.

Kedua alis Jose saling bertaut, memikirkan apa tujuan Aby memberikan anggur padanya. Apakah Aby meminta Jose untuk memakan anggur tersebut?

“Lu nyuruh gua buat makan ini?” tanya Jose kebingungan.

Tak ada jawaban. Maka Jose beranggapan bahwa Aby memang menyuruhnya untuk memakan anggur yang diberikan.

Satu buah anggur masuk sepenuhnya ke dalam mulut Jose. Belum sempat Jose mengunyah dan menikmati rasa anggur di mulutnya, Aby berceletuk,

“Itu abis disemprot pake kencingnya Elizabeth.”

Anggur yang telah masuk ke dalam mulut kemudian dikeluarkan kembali. Jose hampir menangis, bila saja tak mendengarkan ucapan Aby yang selanjutnya.

“Bercanda.”

Jose mendengus sebal. Ia lantas mengambil anggur yang lain dan langsung mengunyahnya ganas.

“Lagian gampang banget percaya sama gua.”

“Ya omongan lu masuk akal semua. Coba kalau lu omongannya gak masuk akal, gua juga gak bakal percaya,” sunggut Jose mengebu-ngebu dengan mulut yang terisi anggur.

“Omongan yang gak masuk akal tuh kayak gimana?” tanya Aby.

Jose terdiam sebentar untuk memikirkan jawaban.

“Kayak, ‘Sebenernya gua tuh fans lu nomor satu’. Gitu,” jawab Jose, netra yang sempat berkelana kembali menatap Aby yang berada di hadapannya.

Lawan bicara yang juga tengah memandangnya terdiam, membuat Jose gugup.

“Manis.”

“Hm?” gumam Jose, kelopak matanya melebar.

Sepasang netra milik Aby yang terpaku pada manik mata Jose bergerak turun ke bawah, menuju bibir Jose.

“Manis, kan? Rasanya?”

Mungkin maksud Aby adalah bertanya soal rasa anggur yang dimakan oleh Jose.

“Huum, lumayan,” jawab Jose seraya mengangguk kecil.