Pretty
Pada dasarnya, Jeanath bukanlah seseorang yang banyak menghabiskan waktu untuk belajar. Itu dulu, sebelum ia mengenal sosok Jaziel yang membawanya untuk terus belajar hingga titik di mana kepalanya pusing karena terlalu lama belajar.
“Istirahat dulu dong.” Jeanath bersuara.
Tangannya kini memijat pelipis, berusaha untuk meminimalisir rasa pusing yang menghampiri.
Jaziel yang tengah sibuk dengan kertasnya melirik jam dinding di ruang belajar khusus.
Pukul 6 sore.
Kali ini, tutor mereka berlangsung hingga malam hari. Alasannya? Katanya sih agar Jeanath belajar dengan benar.
Katanya.
Atau mungkin ada hal terselubung di balik alasan tersebut.
Mendapat anggukkan dari Jaziel, sosok dengan hazel coklat itu menghela napas lega. Pantatnya yang sudah terasa panas itu bangkit dari kursi dan merebahkan diri di bawah lantai.
“Pusing banget!” keluh Jeanath dengan tangan yang masih memijat pelipis.
Hal tersebut menarik atensi Jaziel yang kini menoleh padanya. Jaziel lantas menghentikan aktivitas belajarnya, memilih untuk menghampiri Jeanath.
“Mau dipijitin?” tanya Jaziel.
Jeanath melebarkan matanya ketika mendengar tawaran Jaziel. Membuat sosok yang merebakan diri bergegas duduk di atas lantai.
“Mau dong!”
Melihat Jaziel yang medekat, Jeanath tersenyum senang. Sementara sosok Jaziel kini duduk di belakangnya dan mulai memijat pelipis Jeanath. Tak lama, Jeanath membalikkan tubuhnya, membuat kegiatan yang berlangsung terhenti.
“Sini deketan!” titah Jeanath.
Tak ada tanggapan dari Jaziel hingga Jeanath berinisiatif untuk memperpendek jarak keduanya. Jaziel berdecak sebelum ia kembali menjadi ’tukang pijat dadakan’.
Di depannya, Jeanath tengah menikmati perlakuan yang diberikan Jaziel. Hazel coklat itu bersembunyi di balik kelopak dengan bulu mata lentik yang menghiasi.
“Wangi,” ucap Jeanath tiba-tiba.
“You smell so good, I like it,” lanjutnya dengan suara yang sedikit parau.
Kemudian, Jeanath menyandarkan kepalanya pada dada Jaziel. Membuat Jaziel sedikit tersentak atas perlakuan Jeanath yang tak terduga.
Jarak mereka terlalu dekat. Bahkan Jaziel bisa mendengar deruan napas halus milik Jeanath. Dari jarak yang sedekat ini, Jaziel bisa melihat jelas wajah damai Jeanath yang terpejam.
“Has someone ever said pretty to you?”
Kelopak mata yang asik terpejam itu terbuka perlahan. Hal yang pertama Jeanath lihat adalah obsidian milik Jaziel yang mengunci pergerakan hazel coklatnya.
“Pretty? Isn’t that just for the girls?” tanya Jeanath.
“No, it’s not only for the girls. Someone can be pretty, beautiful, and handsome at the same time regardless of gender,” jelas Jaziel.
“Am I pretty?”
“Yes, you are.”
Sebuah senyuman hadir di antara kedua pasang netra yang saling memandang. Senyuman itu milik Jeanath.
“Then, the same goes for you. You’re pretty as well.” Jeanath berucap dengan senyuman manis di wajahnya.
Jaziel terkekeh, sebelum ia mencubit gemas hidung Jeanath.
God, I want him so bad.
Sabar ya saudara Jaziel.