Pacar (Jose) Elizabeth

Ingar bingar yang menjadi latar suara menarik bibir tipis untuk tersenyum. Sepasang netra bulatnya menjelajah lautan manusia, mencari satu sosok yang bersemayam dalam pikiran. Satu dua guyonan yang tak sengaja ia dengar mampu membuatnya terkekeh di tengah kegelisahan yang melanda.

“Still looking for him?” Jose menoleh pada sumber suara, menemukan Kevin yang membawa piring kecil berisi daging.

“Emang kelihatan banget ya?” Alih-alih menjawab, Jose balik bertanya.

Pendar dari banyaknya lampu yang menyala memperlihatkan senyuman Kevin dengan jelas. Sosok yang dibalut jaket kemudian mengulurkan tangannya pada Jose, mempersilahkan Jose untuk menyantap daging yang ia bawa.

“Thanks,” ujar Jose.

“What do you think about him?” Mulut yang sibuk mengunyah terhenti sesaat guna melontarkan kembali pertanyaan.

“What do I think about him?” ulang Kevin sembari menatap sekumpulan orang yang menari heboh.

You know, hampir semua orang yang gua suka itu brengsek. But I really think he’s different.” Jose mengatupkan bibir tatkala manik matanya menemukan sosok yang ia cari.

“Or maybe I just want him to be different from any others men I dated before,” lanjut Jose.

“Termasuk gua?” Sontak, atensi Jose beralih pada Kevin yang menatapnya jahil.

Kerutan halus di kening Jose tercipta, ia tampak berpikir hingga menciptakan jeda keheningan di antara mereka.

“Iya. Soalnya lu sama gua kan putus. Gua gak mau putus sama Aby. I want him to be the last person I like,” jawab Jose tanpa ragu.

“Wow. That dude is lucky.”

Ekspresi wajah Kevin yang menurut Jose lucu membuat sosok yang mengenakan hoodie tertawa lepas. Ia tak tahu jika sosok lain tengah memerhatikannya dengan intens.

“Let me help you,” ujar Kevin tiba-tiba.

“Hm?”

Jose tak bergeming di tempat saat Kevin merapikan helaian rambutnya.

“Kenapa?” tanya Jose kebingungan.

Kedipan mata sebagai jawaban dari Kevin membuat Jose semakin bingung, sebelum Jose merasakan kedatangan sosok lain.

“Jose.”

Mendengar namanya dipanggil, Jose tak lantas menoleh. Ia membeku di tempat, sementar Kevin tengah menahan senyuman geli.

“Jose.” Kali ini Kevin yang memanggil namanya, memaksa Jose untuk bergerak kaku. “Ya?”

“Itu,” tunjuk Kevin kepada Aby.

Sosok yang sempat terdiam lantas membalikkan tubuhnya. Jose menatap Aby sembari mengejapkan mata.

“Kenapa?” Dalam hati, Jose mengutuk suaranya yang tercekat hingga terdengar seperti domba yang tercekik.

Di sisi lain, Aby sebenarnya tak tahu apa yang akan ia bicarakan dengan Jose. Tungkai kakinya berjalan begitu saja menghampiri Jose ketika menyaksikan Kevin menyentuh Jose.

“Kalau mau nambah dagingnya, ambil aja di sana. Masih banyak,” ujar Aby setelah memutar otaknya untuk mencari topik pembicaraan.

Merasakan atmosfer canggung, Kevin ingin menepuk kening. Manik matanya bersirobok dengan Aby yang berancang pergi. Kevin menepuk bahu Jose, menyadarkannya dari lamunan.

“Tunggu!” Jose berseru tiba-tiba, menghentikan Aby yang hampir kabur.

“Lu mau kemana? Gua ikut,” ucap Jose sembari berjalan mendekat ke arah Aby.


Bibir tipis yang sedikit kering mengeluarkan asap seiring dengan menurunnya suhu di malam hari. Hadir setitik binar pada kedua netra Jose tatkala ia menyaksikan pemandangan vila dari atas.

“Woah cakep banget,” bisik Jose, tubuhnya ia sandarkan pada pagar balkon.

Setelah merasa cukup memandangi indahnya suasana malam, Jose membalikkan tubuh. Ditatapnya Aby dengan senyuman manis yang menghasi.

Aby termangu untuk sesaat, kala manik matanya menangkap basah sepasang netra elok yang terpaku padanya.

“Do you still like him?” Pertanyaan yang memenuhi benak Aby keluar begitu saja tanpa dapat ditahan lebih lama.

Semilir angin yang menerpa membuat Jose merapatkan tubuhnya. Ia tak lantas menjawab pertanyaan Aby.

“I still like him.” Jose mengangguk.

“Mantan gua semuanya pengen macarin gua cuman buat fame, money, atau hal lainnya yang menguntungkan mereka. Kevin was different. He loved me and treated me so well. That’s why I still like him until now.”

“Tapi beda sukanya. Sekarang lebih ke suka sebagai temen? Platonically? Kayak gua suka ke Azriel,” imbuh Jose yang diakhiri dengen kekehan.

“But why your relationship with him didn’t last longer?” tanya Aby.

Senyuman yang terpatri di wajah Jose perlahan luntur. Bibirnya terkatup rapat, sukar untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Aby, sebab kenangan yang tak menyenangkan datang begitu saja.

He’s too kind for me. Gua sering denger orang bilang kalau gua gak pantes buat Kevin dan dulu gua setuju sih. I mean, he should date someone better than me. I don’t think I deserve him and all of his kindnesses. Kevin tuh kayak Ibu Peri sedangkan gua penjahatnya.“

“Pandangan orang ke gua jelek banget. Gua kelihatan kasar karena ya, dari semua kontroversi gua sebagai aktor kebanyakan masalah kepribadian gua yang jelek. Dari mulai ketauan ngatain mantan-mantan gua yang brengsek, maki-maki mereka sampai yang terakhir tuh mukul salah satu dari mereka.” Jose menjelaskan, kepalanya mendongak ke atas.

Hanya terdapat satu bintang di hamparan gelapnya langit malam. Merasa semakin kedinginan, Jose memasukkan kedua tangannya ke dalam saku hoodie. Ia kemudian beralih menatap lawan bicaranya yang masih mengatupkan bibir.

“Kadang gua mikir, kenapa gua pengen terus jatuh cinta padahal gua tau kalau akhirnya gua bakal disakitin? Orang lain ngiranya karena gua some kind of player? Gua sebenernya pengen berhenti suka sama orang lain, tapi harapan gua buat ketemu orang yang bener-bener bakal sayang sama gua jauh lebih besar,” ungkap Jose, menyampaikan asa yang selalu terpendam.

Sepasang netra yang memandang Aby beralih menatap sepatu yang ia kenakan. Jose menggigit bibir bawahnya.

“And I hope it’s you. I really tired falling in love with people who didn’t love me as much as I love them,” bisik Jose.

“Gua juga.”

Kelopak mata Jose melebar. Ia kemudian mendongak, menemukan Aby yang sudah berada di hadapannya.

“I hope I can be your Mr. Right,” imbuh Aby seraya melukiskan senyum.

Kedua tangan Aby terulur untuk memegang pipi Jose yang dingin.

I used to hate cold, tapi kalau dipikir-pikir it isn’t really that bad,” ujar Jose jenaka sembari memperlihatkan deretan gigi rapinya pada Aby.

Kemudian, Aby menarik Jose ke dalam pelukan, menyalurkan hangat pada sosok yang tengah kedinginan.

“Sekarang gua mau fokus sama hal-hal yang bikin gua bahagia. Gua gak mau lagi ngelepas sosok yang sayang sama gua gara-gara orang lain.” Jose berkata sembari menghirup aroma tubuh Aby yang memanjakan hidungnya.

So Mr. Right, kapan mau jadiin gua pacar?” tanya Jose, menarik sedikit dirinya dari Aby untuk menatap sepasang netra yang terbelalak.

Tawa Jose pecah melihat ekspresi Aby. Namun, tawanya tak berlangsung lama karena setelahnya Aby berucap, “Gua belum putusin Elizabeth.”

“Lu pacaran sama kuda?” tanya Jose dongkol.

Kali ini, Aby yang tersenyum geli melihat ekspresi masam Jose. Ia mengusap pipi Jose dengan lembut.

“Your lips seem dry, want a kiss?” tawar Aby.

No. Gua gak mau ciuman sama pacar Elizabeth,” tolak Jose seraya menyipitkan mata.

“Yaudah.”

“Mau.”

“Katanya gak mau?”

Sebelum Jose kembali merajuk, Aby lebih dulu mencuri kesempatan untuk mencium bibir Jose.