Kali Kedua di Musyawarah
Embusan napas yang keluar secara perlahan bersatu bersama dengan perasaan yang saling melebur di udara. Sebuah perasaan lega dalam relung dada menghilangkan rasa sesak yang tengah menjadi penguasa hati kala gelisah melanda. Manik mata yang penuh dengan ketegasan mengedarkan pandangan, mengamati kelimun setelah ia memberikan jawaban atas pertanyaan yang dituju padanya.
Tak ada yang dapat Aiko simpulkan dari wajah-wajah datar tanpa ekspresi. Ia tak tahu apakah jawaban yang telah disampaikan sesuai dengan ekspektasi peserta musyawarah atau tidak.
“Apakah jawaban dari kedua calon sudah dirasa cukup menjawab pertanyaan yang telah diajukan?” Sebuah suara mengalihkan atensi Aiko yang kini berpusat pada sosok perempuan anggun yang sedang berdiri seraya tersenyum manis.
“Sudah cukup menjawab, tetapi apakah saya boleh mengajukan pertanyaan lain yang masih berkaitan dengan pertanyaan sebelumnya?” tanya Catalina.
Moderator yang berdiri di depan auditorium mengangguk, “Dipersilahkan.”
“Terima kasih kepada moderator yang telah mempersilahkan. Sebelumnya, izinkan saya untuk kembali memperkenalkan diri. Perkenalkan, saya Catalina, mahasiswa Hubungan Internasional angkatan 2018. Pertanyaan akan saya ajukan kepada kedua calon ketua BEM.” Terdapat jeda sebelum ia melanjutkan ucapannya.
“Banyak rumor yang menyatakan bahwasannya anggota inti dari BEM, termasuk ketua dan wakil ketua BEM dapat semacam ‘menandai’ mahasiswa baru untuk dijadikan calon pada periode berikutnya. Pertanyaan yang ingin saya ajukan adalah, apa pendapat kalian tentang hal ini dan bagaimana jika hal tersebut memang ada? Sekian, terima kasih.”
Suasana dalam auditorium menjadi ramai seketika. Rahasia umum itu tak pernah dibahas pada musyawarah calon ketua dan wakil ketua BEM sebelumnya. Namun Catalina, tanpa takut mengajukan pertanyaan mengenai topik tersebut. Meski ia tahu, ada beberapa pasang mata yang menatapnya tajam.
Kemudian segelintir orang yang berada di depan saling memandang satu sama lain.
“Peserta musyawarah diharapkan untuk tetap kondusif!” Seruan yang nyaring terdengar di setiap sudut ruangan luas, mampu meredam bising dalam hitungan sekon.
Iris yang bergerak menuju ekor mata dapat menangkap bagaimana sosok moderator memandang ke depan dengan sepasang netra yang nyalang. Aiko mengulum senyuman, Oza benar-benar berbeda ketika ia bekerja penuh keseriusan.
Pertemuan manik mata yang singkat membuat Aiko mengalihkan pandangan. Terdengar dehaman kecil dari tempat Oza berada. “Baik, kepada kedua calon ketua BEM, saya persilahkan untuk menjawab pertanyaan dari saudari Catalina,” ujar Oza dengan suara yang lebih tenang.
Sosok di samping Aiko, rival dalam pemilihan ketua BEM menganggkat tangannya. “Saya izin untuk menjawab pertanyaan dari saudari Catalina.” Stefan membuka suara.
“Bagi saya, jika hal tersebut tidak merugikan pihak lain yang ingin mencalonkan diri, maka tidak apa-apa. Anggota inti dari BEM dapat mengajukan calon yang telah mereka amati karena saya yakin mereka memiliki landasan yang kuat untuk memilih calon tersebut. Kemudian, jika hal ini memang terjadi sebelumnya, maka saya akan tetap melanjutkannya. Sekian jawaban dari saya, saya kembalikan kepada moderator.”
Pandangan yang lurus tanpa kehadiran rasa takut menunjukan bahwa ia tak terpengaruh oleh jawaban dari Stefan. Bahkan Aiko tak perlu repot memikirkan jawaban yang telah muncul dalam benaknya sejak dulu.
“Saya persilahkan kepada calon nomor urut 2 untuk menjawab.” Aiko menarik napas dalam sebelum bersuara. “Baik, terima kasih kepada moderator yang telah mempersilahkan saya.”
“Sebelumnya, terima kasih kepada saudari Catalina yang telah mengajukan pertanyaan.” Netra yang memancarkan keseriusan menatap Catalina sekilas.
“Saya setuju dengan pendapat saudara Stefan, bahwa jika hal tersebut tidak merugikan pihak atau calon lain, maka tidak apa-apa.”
“Namun masalahnya di sini, kita tidak pernah tahu apakah pemilihan calon ketua dan wakil ketua BEM oleh anggota inti itu murni karena kemampuan dari calon tersebut atau tidak. Hal inilah yang dapat menimbulkan penyelewengan dari kekuasaan, sebab hal negatif, seperti pemilihan calon yang berlandaskan kedekatan calon dengan anggota inti bisa saja terjadi. Calon yang mendapatkan dukungan dari anggota inti BEM periode sebelumnya tentu akan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dibandingkan calon yang tidak mendapatkan dukungan dari anggota inti.”
Kini, seluruh berpusat pada Aiko yang berdiri tegak tanpa menunjukan rasa takut.
“Jika hal tersebut memang terjadi di periode sebelumnya, saya menghormati keputusan mereka. Namun, saya dengan tegas menolak diadakannya hal ini ketika saya terpilih menjadi ketua BEM.”
Kepastian bahwa setelah ini Aiko mendapatkan banyak kritik dari petinggi di periode sebelumnya tak dapat dihindari. Namun, Aiko tetap tak peduli.
“Sekian dari saya, saya kembalikan kepada moderator,” ucap Aiko, mengakhiri perkataannya.
“Baik, terima kasih kepada kedua calon ketua BEM yang telah menjawab pertanyaan dari saudari Catalina. Kepada saudari Catalina, apakah jawaban dari kedua calon sudah dirasa cukup menjawab pertanyaan yang telah diajukan?”
Catalina kembali berdiri. “Sudah cukup, terima kasih banyak.”
“Baik, apakah masih terdapat peserta lain yang ingin mengajukan pertanyaan terkait penilaian kriteria Kemampuan Berpikir Kritis?”
Keheningan yang melanda membuat Oza mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. “Jika tidak ada, saya akan melanjutkan pada kriteria berikutnya,” lanjutnya.
Kontak mata Oza dengan operator di sana yang berlangsung singkat menimbulkan pergantian halaman dokumen yang terpampang pada layar proyektor. Aiko menggernyitkan alis tatkala melihat tabel yang kosong di sana.
“Saya akan menjelaskan poin selanjutnya kepada para calon. Seperti yang kalian lihat di sini, tidak ada apapun dalam tabel. Hal ini berarti, kriteria tidak disusun sebelumnya dan bersifat mendadak. Kriteria akan diisi oleh seluruh peserta yang ingin mengajukan kriteria untuk kedua calon.”
Keempat orang yang berdiri sejajar saling melemparkan pandangan. Pasalnya, baru kali ini terdapat kriteria yang dibuat mendadak oleh peserta musyawarah.
“Baik, untuk itu, saya persilahkan kepada peserta yang ingin mengajukan kriteria. Peserta diharapkan mengangkat tangan terlebih dahulu, kemudian jika saya menunjuk peserta tersebut, maka peserta diperbolehkan untuk berbicara dan mengajukan kriteria,” lanjut Oza.
Tatkala seluruh peserta sibuk dengan pikirannya masing-masing, sosok yang duduk di kursi pojok pada baris terakhir mengangkat tangan.
“Izin untuk mengajukan kriteria.”
Tepat ketika kedua pasang netra bertemu, Aiko merasakan dirinya ditarik pada kejadian dua tahun yang lalu.
Netra kelam yang menariknya pada lautan malam dan gelenyar di setiap jengkal tubuh yang sukar untuk dilupakan.
“Perkenalkan, saya Keinaan Mikael dari Hubungan Internasional angkatan 2018.” Gema suara yang menggelitik indera pendengaran membuat Aiko mengalihkan pandangan.
Namun, netranya tak sengaja menatap Rava yang berada pada barisan tengah. Aiko dapat melihat dengan jelas bagaimana manik mata menatap Mikael dengan binar di sana.
“Kriteria yang ingin saya ajukan adalah Kemampuan Bahasa Verbal. Peserta nantinya dapat mengajukan pertanyaan dengan berbagai bahasa, entah bahasa daerah ataupun bahasa asing yang—“
“Izin untuk menginterupsi!” potong salah satu peserta lain yang Aiko kenal.
Sontak, suasana dalam auditorium riuh kembali.
“Peserta musyawarah diharapkan untuk tetap kondusif!” Oza yang sama-sama memiliki kesabaran terbatas seperti Aiko meninggikan suara.
“Saya tekankan sekali lagi. Peserta hanya boleh berbicara ketika saya persilahkan sebelumnya. Jika ingin mengajukan perbedaan pendapat, maka peserta dapat melakukannya ketika saya membuka sesi menanggapi. Kemudian, seperti yang telah tercantum di tata tertib, peserta tidak boleh menginterupsi seluruh anggota musyawarah tanpa terkecuali. Pelanggaran selanjutnya akan langsung mendapatkan sanksi. Terima kasih,” jelas Oza dengan intonasi yang masih tinggi.
“Kepada saudara Mikael, silahkan untuk dilanjutkan kembali.”
“Baik, terima kasih moderator. Peserta dapat mengajukan pertanyaan dari berbagai bahasa dikarenakan ke depannya, para calon mungkin berada di posisi tersebut ketika bekerja sama dengan organisasi lain, bahkan bekerja sama dengan masyarakat di daerah lain yang tidak dapat menutup kemungkinan hal ini terjadi. Sekian dari saya, saya kembalikan kepada moderator.” Tutur kata yang terdengar seperti air mengalir seakan tidak terpengaruh pada kondisi yang sebelumnya kacau.
“Baik, terima kasih kepada saudara Mikael yang telah mengajukan kriteria. Bila terdapat peserta yang ingin menanggapi, diharapkan untuk menganggkat tangan terlebih dahulu.”
Dalam hati, Oza mengumpat karena tak ada yang berani mengajukan protes ketika ia membuka sesi menanggapi.
Bagian tadi aja pada ribut bangsatttt.
“Jika tidak ada, maka akan saya simpulkan bahwa seluruh peserta musyawarah setuju dengan kriteria yang diajukan oleh saudara Mikael.”
Manik mata Oza yang bulat menelisik, menatap wajah dari peserta musyawarah satu persatu. “Baik, jika tidak ada, silahkan kepada peserta yang ingin mengajukan pertanyaan terkait kriteria Kemampuan Bahasa Verbal menganggkat tangannya.”
Lagi-lagi hanya angin yang ditimbulkan oleh pendingin ruangan yang Oza dapat sebagai jawaban. Oza sedikit paham, mungkin orang-orang sudah kelelahan, sebab waktu telah menunjuk angka 11 malam.
Saat netra miliknya menangkap sosok Mikael kembali menganggkat tangan, ia lantas bersuara. “Kepada saudara Mikael, saya persilahkan.”
“Baik, terima kasih. Saya akan mengajukan kepada seluruh calon, baik kepada calon ketua ataupun wakil ketua. Pertanyaan dapat dijawab oleh salah satu atau keduanya.” Sepasang mata elang itu menatap ke depan dengan lurus.
“Was werden Sie tun, wenn Sie und Ihr Team sich in einer Gegend befinden, in der niemand fließend Indonesisch sprechen kann? Wirst du die Sprache lernen, die sie sprechen, oder nicht?”
What will you do if you and your team are in the local area that no one can speak indonesian fluently? Will you learn the language they speak or not?
Sialan.
Mungkin ribuan umpatan dalam hati yang menguap bersama dengan deru napas kencang tak pernah cukup untuk mengutuk sosok Mikael yang ingin Aiko kunyah hidup-hidup.
Namun Mikael, tentu saja salah memilih lawan. Aiko tak dapat tinggal diam atau melonggo seperti Hera yang berada di samping kanannya.
“Izin menjawab pertanyaan dari saudara Mikael.” Untai kata yang terdengar lantang menggambarkan jelas keberanian Aiko. Bahkan manik matanya tak segan memandang Mikael dengan tajam.
“Eh bien, je me fiche du fait que vous puissiez parler couramment l'allemand. pensez-vous que je ne sais pas que vous voulez juste montrer votre habileté à parler? Je m'en fous, connard.”
Well, I don't care if you can speak German fluently. Do you think I don't know you just want to show off your speaking skill? I don't care, asshole.
Dunia rupanya hanya terdiri atas dua orang yang tengah melemparkan pandangan. Aiko, tidak peduli terhadap pandangan orang lain terhadap dirinya, melainkan hanya pada satu sosok. Netra dengan kobaran nyala api tertuju pada onyx hitam tanpa emosi.
Kali kedua Aiko merasa ditarik menuju masa lampau saat ia dapat melihat jelas seringai yang diberikan oleh Mikael.
“Pensez-vous que je ne comprends pas le français?”
Do you think I don't understand French?
Aiko mengangkat alisnya, dengan ekspresi datar, ia kembali mengulang kalimatnya, “Je m’en fous.”
I don’t give a fuck.
Kemudian, tawa Mikael pecah. Memenuhi ruangan yang senyap dengan alunan tawa renyah.
Kelinci kecil tak pernah menyadari bahwa dirinya tengah berjalan mendekat kepada seekor singa yang siap untuk menerkam mangsanya.