🤥
Mendengar suara pintu yang dibuka secara kasar, Jeno meringgis kecil. Ia mentutup layar laptopnya sebelum mendongak. Sebuah cengiran terpatri di wajah Jaemin ketika kedua mata mereka bertemu.
“Om Jeno!” Tanpa permisi, Jaemin berlari kecil menuju kasur, lalu melemparkan dirinya di sana.
Jeno menautkan alisnya tatkala menemukan boneka yang entah apa itu dalam pelukan Jaemin. Seraya berbaring, Jaemin menepuk sisi ranjang yang kosong. Senyumannya merekah saat Jeno berjalan mendekat. Kemudian, sosok yang dibalut piyama navy itu bangkit dari posisi tidurnya, berlutut dengan kedua tangan terbentang lebar.
Diraihnya pinggang Jaemin sebelum Jeno menghempaskan tubuhnya, membuat posisi mereka menjadi berbaring dengan Jeno yang berada di atas Jaemin. Sosok yang lebih muda terkekeh pelan. Jemarinya mengelus surai milik Jeno.
“Om, mau cium!”
“Engga.”
Jaemin mengerucutkan bibirnya. Belum sempat mengeluarkan protes, Jeno memberikan kecupan ringan di pipi.
“Bukan di situ! Di sini!” seru Jaemin seraya memajukan bibir. Tangannya kini melingkar di leher Jeno.
Kedua mata itu saling menatap sebelum akhirnya Jeno menuruti permintaan Jaemin. Mengecup bibir ranum milik Jaemin secara singkat.
“Lagi!”
“Lagii!”
“Udah.”
“Lagi!”
Jeno kembali menuruti perintah Jaemin. Mengecup bibir Jaemin berkali-kali hingga kecupan itu berubah menjadi lumatan. Dilumatnya bibir Jaemin secara bergantian. Jaemin membuka mulutnya dengan senang hati, memberikan Jeno akses untuk membawanya pada ciuman panjang hingga lenguhannya mengalun.
“Eungh.”
Tautan mereka terlepas ketika merasa pasokan udara menipis. Jeno mengusap jejak saliva yang menempel pada bibir Jaemin. Mengecup bibir ranum itu sekali lagi sebelum berbaring di samping Jaemin. Tangannya menarik Jaemin ke dalam pelukan hangat.
“Tidur.”
Jaemin berdecak sebelum mendorong bahu Jeno. Kaki jenjangnya yang terekspos merangkak untuk duduk di atas perut Jeno. Dengan bibir yang merengut kesal, ia menggoyangkan pantatnya. Sesekali menekan perut yang terbentuk sempurna hingga Jeno meringgis seraya memejamkan mata.
“Nana mau itu!”