COTY

Netra sipit milik Jaziel hanya memberikan sebuah tatapan datar pada sosok yang tengah memajukan bibir. Kepalanya sedikit tertunduk, sedangkan kedua manik mata bulat miliknya bergerak gelisah. Pandangan Jaziel turun pada sebuah akurium kecil yang tengah ditenteng oleh sang pemilik.

Pertemuan pertama Jaziel dengan Udin dan Adin.

Matanya masih mengarah pada ikan hias milik Jeanath. “Kenapa jadi berantem?” tanya Jaziel yang akhirnya bersuara setelah menarik Jeanath menjauh dari tempat kontes ikan cupang.

Suara yang terdengar membuat Jeanath tersentak kaget. Ia mengerjap sebelum menunjukkan kekesalannya.

“Gue gak terima Udin sama Adin dikatain jelek,” gerutu Jeanath. “Masa katanya Udin sama Adin gak boleh ikut lomba gara-gara harganya murah?! ‘Udah murah jelek lagi.’ Gitu katanya! Yaudah gue balikin aja kalau ikan gue jauh lebih cakep daripada mukanya yang kayak pentil ban. Terus ya berantem deh,” lanjutnya.

Di sela sesi ceritanya, Jeanath mengembuskan napas kasar. Padahal, ia sudah pakai baju bermerk agar tak dipandang sebelah mata, tapi akhirnya tetap direndahkan juga. Hanya karena ia masih menjadi seorang pelajar.

“Dia bilang katanya kalau mau nyari duit gak usah ikut kontes cuman dengan modal cupang murah. Sok tau banget dih. Padahal gue ikut kontes bukan buat menang, tapi biar Udin sama Adin bisa ketemu cupang lain. Gue juga mau mereka lihat dunia luar karena selalu gue simpen di dalam ruangan.”

Masih terbayang jelas dalam benak Jeanath kejadian yang membuatnya dongkol setengah mati.

“Kenapa sih orang yang lebih tua suka merasa paling superior? Ngerendahin yang lebih muda mulu. Kayak ya gue juga tau lo hidup lebih dulu dan ngalamin banyak hal. Tapi jangan samain lo yang dulu sama gue. Karena dulu lo gak bisa afford cupang mahal it doesn’t mean that it’ll be happen to me either. Lo ngerti gak sih Xenon?!”

Oh, ini pertama kalinya Jeanath memanggil nama Jaziel dengan benar.

Sosok yang mendengarkan masih terdiam. Mengamati wajah Jeanath yang memerah akibat amarah. Setelah napas yang berderu lambat-laun kembali menjadi stabil, Jaziel menatap Jeanath tepat pada manik matanya.

“Udah?” Sepasang netra yang pergerakannya terkunci oleh sang obsidian membulat. Ia mengangguk kecil atas pertanyaan yang terlontar. “Udah,” jawab Jeanath pelan.

Kontak mata keduanya terputus tatkala Jeanath menundukkan pandangan. Jaziel lantas menghela napasnya. Ia memerhatikan sekitar, berusaha mencari sesuatu yang dapat meredam kekesalan Jeanath.

Hingga netranya menemukan sebuah kedai es krim.

“Mau es krim?” Jaziel menawarkan, mengganti topik pembicaraan mereka.

Rupanya tawaran itu berhasil membuat Jeanath mendongakkan kepala dengan cepat. Dengan setitik binar pada manik mata yang sempat sayu, ia tersenyum. “Mau!” jawabnya riang.

Jaziel mengangguk, kemudian ia berjalan mendahului Jeanath menuju kedai es krim yang berada di seberang. Keduanya berjalan dalam kebisuan, hingga tepat ketika sampai di sana, Jeanath lah yang memesan pertama kali.

“Gue cari tempat duduk dulu.” Jaziel hanya mengangguk sebagai jawaban.

Sambil menunggu pesanan, sosok dengan kacamata yang bertengger di hidungnya memandang sekeliling. Sebuah stiker winner badge yang berada di atas meja kasir menarik atensinya.

“Mba, ini dijual?” tunjuk Jaziel pada stiker winner badge yang dituju.

Aktivitas seorang kasir yang sibuk menyiapkan pesan terheti sesaat. “Iya? Oh, nggak. Ini bekas tadi acara ulang tahun yang dirayain di sini.”

“Boleh saya beli?” Sosok kasir itu menggeleng, “Ambil aja mas, gak usah dibeli.”

“Makasih, mba.”

“Iya, sama-sama. Ini pesanannya.”

Jaziel mengucapkan terima kasih sekali lagi, kemudian berjalan menghampiri Jeanath. Dari kejauhan, Jaziel dapat melihat Jeanath yang asyik menatap kedua ikan miliknya yang tengah berenang. Ia tak menyadari kehadiran Jaziel, sebelum melihat sesuatu yang menempel di akuariumnya.

“Apa ini?” tanya Jeanath sambil menunjuk stiker winner badge yang ditempelkan oleh Jaziel.

Sosok yang baru saja datang menyimpan nampan pada meja. “Tanda penghargaan buat Udin sama Adin karena jadi Cupang of the Year,” jawab Jaziel seraya menatap Jeanath.

Kemudian, ia menempelkan satu stiker winner badge yang lain. Kali ini, pada kening milik Jeanath.

“Kalau yang ini buat apa?” Jeanath bertanya kembali.

“Apa aja. Soalnya gue nemu 3.”

Manik mata bulat itu mengerjap, sebelum tersadar. “Satu lagi mana?”

Tak ada jawaban.