Ajakan Makan Malam

Kali kedua pintu terbuka untuk menyambut kedatangan Azriel, kali kedua pula sosok lain yang bukan Azriel muncul di hadapan Jose. Entah harus berapa kali Jose memperlihatkan kepayahan dirinya pada Aby. Baju yang baru saja ia kenakan basah, belum lagi manik mata yang memerah akibat ingin menangis walau pada akhirnya gagal.

Kaki yang dibalut celana pendek melangkah mundur. Jose mempersilahkan Aby masuk tanpa suara.

“Waktu gua coba buka, kerannya malah copot semua,” ujar Jose serak, tenggorokannya terasa kering.

Setelah Aby masuk ke dalam, Jose bergegas berjalan menuju kamar mandi. Menunjuk keran yang mengeluarkan air dengan deras.

Pandangan Jose berada di bawah, menatap sendal vila yang ia kenakan. Ia tak ingin melihat Aby. Mulai sekarang, Jose akan menghapus jejak Aby dalam hatinya tanpa tersisa.

“Lu ganti baju dulu. Nanti malah sakit lagi.” Aby membuka suara.

“Nanti aja.”

Langkah kaki yang kemudian terdengar tak lama setelahnya membuat Jose menghela napas lega. Aby, yang pada dasarnya hanya memberikan sedikit kekhawatiran pada Jose tak perlu repot memaksa Jose untuk melakukan hal yang berkaitan dengan kebaikan Jose.

“Keringin dulu pake handuk,” titah Aby sembari melemparkan handuk pada tubuh yang masih memantung.

Beruntung Jose memiliki refleks yang baik. Tangannya menangkap handuk yang dilemparkan Aby dengan sigap.

Mau tak mau, Jose menyimpan handuk di bahu. Membalut tubuh bagian atasnya yang basah. Jose menunggu Aby dalam diam. Menyelam ke dalam lautan pikiran tanpa dasar hingga suara Aby kembali terdengar.

“Jose?”

Pertama kalinya nama Jose keluar dari mulut Aby, menarik Jose dari lamunan. Sepasang netra yang redup lantas terbelalak.

“Ya?”

Tatkala Aby melangkah untuk mendekat, pada sekon berikutnya Jose melangkah mundur.

“Lu gak denger gua bilang apa?” Jose menggeleng.

Jantung yang berdetak lebih cepat menimbulkan rasa sesak di rongga dada. Jose terus melangkah mundur dengan posisi yang siaga. Pertahanannya tak boleh lemah. Ia tak boleh menyukai Aby lagi.

“Jose.”

Panggilan itu lagi. Bila terus seperti ini, Jose akan membenci namanya sendiri.

“Gladys bukan istri gua.”

Omong kosong. Jose tahu pasti ada sesuatu di antara mereka.

“Stop it right there, Aby,” tegas Jose.

“She’s my sister.”

Pada sekon berikutnya, Jose membeku. Bukan hanya satu fakta yang ia dengar dari Aby, melainkan tepat ketika tangan Aby melingkar pada pinggangnya. Menahan tubuh Jose agar tidak terbentur meja.

“She’s your sister?” ulang Jose, sedikit tak percaya atas apa yang ia dengar.

“Gladys kakak gua,” jawab Aby.

Hening menyela di antara mereka. Tak ada yang berniat berbicara. Keduanya saling bercengkerama melalui tatapan mata, terhanyut ke dalam masing-masing iris.

“Would you like to have dinner with me?”

Aby menjadi yang pertama memecah senyap.